Sungguh kata semacam apapun tak dapat membahasakan ini.
Maka jumawa-lah seseorang yang mencoba memberikan maka dan makna.
Tapi aku hanya ingin bicara.
Membicarakan rasa,
Membicarakan asa,
Membicarakan karsa,
Untuk kemudian kembali membicarakan rasa.
Seperti dendang kemuliaan ini.
Bersama kita menghabisi waktu
Senang bisa mengenal kalian.
Rasanya semua begitu sempurna
Dan sayang jika diakhiri.
***
Dalam opera yang sama kita bermain.
Aku tak mungkin lupa akan peranmu
sebagai hitam, putih, hijau, merah, dan hitam, dan putih.
Menjadi replika yang kita comot dari belahan dunia manapun.
Dan aku akan berperan sebagai sahabat.
Peran yang entah, akankah menjadi abadi
Tiga puluh lima manusia,
Tiga puluh lima tabiat,
tiga puluh lima rasa,
tiga puluh lima nalar,
Ah tidak,
Dalam satuan kebersamaan, aku dan kalian hanya satu..
Saat dimana aku dan kalian menjadi kita.
Dan mungkinkah semua menjadi protagonis?
Dunia selalu menyajikan dikotominya.
Tugas kita, menyelaraskan yang sesungguhnya bertentangan
Itulah yang sering kita sebut harmoni.
itu pula cerita dalam opera kita.
Tapi kawan..
Akankah ini terus berlanjut?
Hingga kita merasa bosan dengan peran kita
Yang tak lagi mampu mencipta tawa, membagi pedih, merajut canda, dan menuang kesal.
Masih beranikah kalian mendamprat Tersanjung atau Cinta Fitri?
Selama masih ada keinginan untuk saling mengetahui,
kerinduan untuk saling menatap,
dan kemakluman untuk saling memahami.
Aku berani.
Seperti hari-hari ketika kita memaklumi V-neck berestafet
berjuluk SM*SH, Treeji, Dragonboyz
Hingga memacu pembuluh hasrat kita untuk menari belakangan ini.
Puisi karya mas Herlambang Damarjati saat malam keakraban Core I3.
*dengan sedikit penyesuaian* :)